Anak Pertama Disebut Dalam Bahasa Jawa

Anak Pertama Disebut Dalam Bahasa Jawa

Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Anak pertama menikah dengan anak terakhir selanjutnya adalah mikul dhuwur mendhem jero.

Mikul dhuwur mendhem jero adalah sikap seorang anak untuk menjunjung tinggi kehormatan kedua orang tua.

Caranya adalah dengan menyimpan aib serta kekurangan orang tua sebaik mungkin, sekaligus mengharumkan jasa orang tua.

Selain diwajibkan bagi setiap anak, sikap ini secara khusus juga harus dilakukan suami-istri dalam keluarga.

Artinya, seorang suami harus menutup rapat-rapat aib, kekurangan dan kelemahan yang dimiliki oleh istri.

Caranya dengan menampilkan kelebihan, keunggulan, serta kehebatan yang dimilikinya.

Begitu pula sebaliknya sikap istri terhadap suami harus mikul dhuwur mendhem jero.

Dengan begitu, perjalanan rumah tangga membuat keluarga harmonis secara lahir maupun batin.

Pasang sumeh njroning ati berarti suami dan istri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga harus...

Simak mitos dan fakta seputar pernikahan anak pertama dengan anak pertama menurut primbon Jawa. Apakah benar membawa keberuntungan atau justru sebaliknya?

Dalam bahasa daerah, banyak anak hewan yang memiliki nama khusus, yang berbeda dengan nama induknya. Seperti yang terjadi dalam bahasa Jawa.

Contohnya anak kucing. Dalam bahasa Indonesia, anak kucing tidak memiliki nama khusus. Tetap disebut anak kucing.

Sementara dalam bahasa Jawa, anak kucing disebut cemeng. Sementara induknya tetap disebut kucing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Piyik (anak burung)

Burung merupakan hewan peliharaan yang kerap ditemui di Indonesia. Ada banyak jenis buruk yang biasa bertengger di teras rumah. Misalnya, burung pipit, kenari, nuri, merpati, hingga kakatua.

Dalam bahasa Jawa, anak burung disebut sebagai piyik. Nama piyik juga biasa digunakan untuk mengumpamakan anak yang masih kecil dalam bahasa Jawa, 'isih piyik' atau masih kecil.

Anak Pertama Menikah dengan Anak Terakhir

Foto: Pernikahan Adat Jawa (Orami Photo Stock)

Dilansir dari Journal Law and Family Studies Al Syakkhiyyah, berikut ini cara mencapai keluarga impian anak pertama menikah dengan anak terakhir menurut adat Jawa:

Moms, Anak pertama menikah dengan anak terakhir mitosnya tidak akan langgeng.

Bahkan, baiknya untuk tidak menikah. Namun, benarkah demikian?

Menurut kepercayaan Jawa, terdapat sebuah mitos yang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat.

Kepercayaan itu berupa pernikahan "tumbu ketemu tutup" yaitu pernikahan anak pertama dengan anak terakhir.

Ada juga yang menyebutkan sebagai perkawinan yang kedua mempelainya dianggap serasi, cocok dan pas.

Serasi di sini dalam artian karakter gaya hidup, misal serasi, rajin dengan rajin.

Dilansir dari UIN Satu Tulungagung Institutional Repository, kepercayaan ini sudah ada sejak zaman dahulu.

Bahkan, dalam karya-karya Sultan Agung, sang raja Jawa yang mengembangkan primbon, neton, dan perjodohan, istilah “tumbu ketemu tutup” tercatat di dalamnya.

Istilah tersebut mengandung makna yang sama, serasi, cocok.

Semisal orang yang hemat menikah dengan orang yang sama hematnya juga, atau orang yang pekerja keras menikah dengan orang yang sama pekerja keras juga.

Pasangan suami istri yang menikah dan dijuluki “Tumbu ketemu tutup” merupakan mereka yang dalam banyak sisi memiliki kecocokan.

Ibarat timbangan, keduanya bernilai sama, tidak berat ataupun ringan sebelah.

Tidak diketahui secara pasti darimana asal mula istilah “tumbu ketemu tutup”, lho Moms.

Namun, istilah "tumbu ketemu tutup" ini terjadi karena adat kebiasaan masyarakat itu sendiri dan mengalir begitu saja menjadi sebuah peribahasa atau ungkapan.

Dari turun temurun sudah ada istilah tersebut, dan itu menjadi kebiasaan orang jawa.

Baca Juga: Begini Cara Menghitung Weton Jawa untuk Pernikahan, Calon Pengantin Wajib Tahu!

Kuthuk (anak ayam)

Hewan unggas yang kerap disantap untuk lauk ini, memiliki corak warna beragam, mulai dari putih, cokelat, hitam, hingga kombinasi. Dalam bahasa Jawa, anak ayam disebut sebagai kuthuk.

Kuthuk sendiri punya perawakan seperti anak bebek dengan bulu lembut berwarna kuning atau putih. Kuthuk berukuran kecil sekitar satu genggaman tangan dan biasanya bersuara khas.

Laksana Mimi Lan Mintuna

Mimi lan Mintuna adalah binatang yang tidak pernah berpisah satu sama lain.

Sebab, sifatnya melekat dan tidak pernah berpisah.

Binatang tersebut dijadikan lambang bagi suami istri untuk selalu bersatu padu secara lahir dan batin.

Tujuannya, agar keduanya dapat hidup tenang, tenteram, dan selamat.

Pasangan suami istri yang menjalani kehidupan berumah tangga harus menerapkan asas setel kendho.

Asas tersebut adalah saling mengendalikan keinginan diri dan pasangan agar hubungan harmonis.

Keduanya merupakan tokoh fenomenal dalam cerita pewayangan yang hidupnya selalu rukun, tidak bertengkar ataupun berpisah.

Baca Juga: Cara Menghitung Hari Baik Pernikahan Menurut Primbon Jawa

Masyarakat Jawa secara umum menyebut setiap pasangan suami istri pasca pernikahan dengan istilah garwa (sigaraning nyawa).

Istilah ini dalam bahasa Indonesia diartikan pecahan atau setengahnya nyawa.

Adapun nyawa adalah sumber kehidupan.

Dalam berumah tangga, suami istri harus bersama-sama merasakan suka duka (ringan sama dijinjing, berat sama dipikul).

Jika suami istri memahami peran mereka sebagai pasangan jiwa, mereka akan sukses menghadapi segala tantangan rumah tangga.

Moms, kehidupan berumah tangga secara umum tidak terlepas dari kecukupan sandang, pangan dan papan.

Kecukupan sandang, pangan, dan papan dianggap sebagai kebutuhan primer.

Secara kalkulatif, tiga kebutuhan primer di atas dapat tercukupi melalui pengelolaan ekonomi rumah tangga secara proporsional dan fungsional (gemi nastiti).

Karakter pemboros yang berbelanja tanpa mempertimbangkan kondisi bertentangan dengan prinsip hidup Jawa yang dikenal sebagai gemi nastiti.

Semakin terkelola dalam mencari dan mengatur keuangan dalam rumah tangga, seseorang akan semakin bahagia.

Perihal ini selaras dengan ajaran Asthagina yang berisi delapan kegunaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan berumah tangga di antaranya:

Blengur (anak angsa)

Angsa merupakan burung air terbesar dengan warna putih memesona. Spesies terbesar dari angsa yakni angsa putih, angsa trompet, dan angsa whooper. Di bagian Australia, ada angsa berwarna hitam (Cygnus atratus) yang ketika kecil warnanya abu-abu cerah.

Nama anak angsa dalam bahasa Jawa adalah blengur. Selain memiliki suara yang khas, hewan unggas satu ini tumbuh baik di iklim sedang hingga tropis.

Setiap daerah atau suku di Indonesia ternyata memiliki keanekaragaman bahasa yang seru buat dipelajari. Bagaimana? Kamu tertarik untuk mengetahui arti nama anak hewan dari kategori lain?

Baca Juga: 10 Nama Hewan dalam Bahasa Sumbawa yang Menarik Dihafalkan

Uncung (anak burung merak)

Burung merak berwarna eksotis dengan corak ekor bulu yang colorful. Merak terbagi menjadi tiga spesies jika dilihat dari asalnya, yang mana berasal dari India (Pavo cristatus), Jawa dan Myanmar (Pavo muticus), dan Republik Demokratik Kongo (Afropavo congensis).

Kamu dapat menyebut anak burung merak dengan sebutan uncung dalam bahasa Jawa. Unggas yang punya jambul di kepala seperti crown ini, rutin merontokkan bulu alaminya setiap tahun, lho!

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Baca Juga: 10 Kosakata Nama Hewan dalam Bahasa Dayak yang Menarik untuk Diketahui

Cecrekan (anak burung gelatik)

Dalam bahasa Jawa, anak burung gelatik disebut sebagai cecrekan. Burung gelatik sendiri adalah salah satu burung yang kerap diburu para kolektor dengan kombinasi warna putih, hitam dan abu-abu yang elok.

Selain memiliki warna menawan, burung gelatik punya suara kicau yang unik. Cecrekan biasa ditemui di daerah Jawa (Padda oryzivora) dan Timor (Padda fuscata).

Minthi (anak itik)

Kerap bergerombol ketika berjalan, itik atau bebek sering diolah jadi makanan lezat seperti penyetan bebek. Hewan berwarna putih dan cokelat ini memiliki paruh yang khas layaknya bibir animasi Disney Donald Duck.

Orang Jawa biasa menyebut anak itik sebagai minthi. Namanya selucu bentuknya yang mungil ketika masih kecil, berbulu lembut dan berwarna kuning.